Menurut Wenar (2006) retardasi mental ditandai dengan keadaan perkembangan mental individu yang kurang sempurna atau tidak lengkap, dan hal ini dapat diketahui selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensi, baik kemampuan kognitif, bahasa, motorik, maupun kemampuan sosialnya. Retardasi mental kadang disertai gangguan jiwa atau gangguan fisik lain. Anak mental retardasi terbagi atas lima tingkatan yakni, Mental Retardasi Ringan, Sedang, Berat, Sangat Berat dan Keparahan tidak di tentukan.
Anak retardasi mental ringan termasuk dalam kelompok mampu didik. Oleh karena itu pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus menjadi sangat penting adanya. Hal ini juga sudah menjadi amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan yang telah ditetapkan didalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 yang disebutkan bahwa ”pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial”.
Di Indonesia sendiri sekolah luar biasa menjadi lembaga pendidikan yang diminati para orang tua mulai kalangan bawah sampai atas. Efendi (2006) menjelaskan Berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi : (1) SLB bagian A untuk anak tuna netra, (2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu, (3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita, (4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa, (5) SLB bagian E untuk anak tuna laras, (6) dan SLB bagian F untuk anak cacat ganda.
Dengan pemberian layanan pendidikan khusus yang relevan dengan kebutuhannya, sisa potensi yang dimiliki oleh anak berkelainan diharapkan dapat berkembang secara optimum (Efendi, 2006). Banyak anak dengan retardasi mental menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu, terutama bila mereka mendapatkan dukungan, bimbingan dan kesempatan pendidikan yang besar dari lingkungan. Mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang kurang mendukung dapat mengalami kegagalan untuk berkembang atau kemunduran dalam hubungannya dengan anak-anak lain (Nevid, 2005).
Indikasi keterlambatan anak tunagrahita dalam bidang sosial umumnya terjadi karena beberapa hal yakni, kurangnya kesempatan yang diberikan pada anak tunagrahita untuk melakukan sosialisasi, kemudian kurangnya motivasi untuk melakukan sosialisasi, dan kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi. Oleh karena itu apabila seorang anak dapat mencapai kelancaran dalam tugas perkembangan sosialnya, hal ini merupakan modal dasar yang sangat berarti untuk melakukan penyesuaian sosial secara baik. Ditambah lagi dengan pemahaman bahasa dan kelancaran bicara yang juga terhambat.
Oleh karena itu lembaga pendidikan anak luar biasa seperti SLB diharapkan dapat membantu anak-anak tersebut mencapai tahap perkembangan optimal yang dapat mereka capai baik dalam kemampuan sosial dan bahasanya. Serta mencapai tujuan utamanya yakni untuk mengajari anak-anak yang mengalami retardasi mental pada keahlian-keahlian pendidikan dasar seperti kemampuan membaca dan matematika serta keahlian dalam keterampilan sehari-hari (Boyles & Contadino, dalam Santrock, 2004). Hal ini juga didukung oleh Nevid (2005) yang mengatakan bahwasanya pendekatan penanganan untuk anak retardasi mental adalah dengan intervensi psikoedukasi untuk mendorong perkembangan keterampilan akademik dan perilaku adaptif; perawatan institusi dapat diperlukan bagi kasus-kasus yang berat.
Santrock (2004), memberikan beberapa strategi positif yang dapat digunakan dalam berinteraksi dengan anak-anak yang mengalami retardasi mental:
- Bantulah anak-anak yang mengalami retardasi mental untuk membuat pilihan-pilihan personal yang praktis dan untuk meningkatkan self determination mereka pada situasi yang memungkinkan.
- Tetaplah selalu ingat dalam pikiran anda level keberfungisan mental anak-anak.
- Pastikan instruksi pribadi anda bertemu dengan apa yang anak butuhkan
- Sama seperti anak-anak lain yang mengalami hambatan, pastikan anda memberikan contoh yang konkret dari sebuah konsep. Buatlah instruksi yang sederhana dan jelas.
- Berilah anak-anak tersebut kesempatan untuk mempraktekkan apa yang mereka pelajari. Biarkan mereka mengulangi setiap tahapan yang telah mereka pelajari.
- Jadiilah sensitif untuk meningkatkan harga diri anak.
- Buatlah harapan-harapan positif untuk setiap pengetahuan yang dimiliki anak.
- Hargailah bahwa banyak anak dengan retardasi mental tidak hanya membutuhkan keahlian akademis, tetapi juga banyak permintaan untuk membantu mereka dalam meningkatkan keberfungsian diri dan keahlian sosial.
- Perhatikanlah sumber-sumber dukungan anak
- Pertimbangkanlah penggunaan strategi analisa perilaku.
- Libatkan orang tua sebagai pasangan yang membantu anda dalam pendidikan anak.
Selain penyesuaian metode dan program pengajaran yang disarankan diatas, ada satu hal yang juga dapat menjadi perhatian bagi peningkatan keberfungsian mereka yakni keterlibatan dan bantuan orangtua yang merupakan hal yang esensial untuk mengembangkan anak-anak mereka. Pengetahuan dan pengalaman orangtua perlu ditingkatkan untuk mengerti dan mengetahui masalah anaknya, karena orangtualah yang mengetahui secara intuitif apa yang terbaik untuk anak mereka dan reaksi yang bagaimana yang bisa diharapkan.
Daftar pustaka:
Efendi. M. (2006), Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta; Sinar Grafika Onset.
Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santrock, J.W. 2010. Psikologi Pendidikan edisi kedua. Jakarta: Kencana.
Wenar. C. & Kerig, P. (2005). Developmental Psychopatology. From Infancy to Adolescence. Fifth edition. New York: Mc. Graw Hill Inc.
0 komentar:
Posting Komentar